Pentingnya Training K3 Untuk Mengurangi
Dampak Kerugian
Oleh M. Rendy Angel
Manajer/PJO PT MPM Site Sangatta
Terkadang sebagai seorang pekerja masih banyak yang malas bahkan
berbagai macam alasan agar tidak jadi mengikuti training yang sudah
dijadwalkan. Dan hal ini juga pernah terjadi pada diri saya sendiri, apakah
ANDA termasuk salah satunya???? Hal inilah yang perlu diubah, agar ketika
melakukan activitas tidak bermasalah dan tidak sampai terjadi sesuatu yang
dapat merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.
Namun seperti bahasa orang tidak ada kata terlambat, menambah ilmu
tidak mengenal usia yang pastinya ada niat untuk belajar itu sudah cukup.
Oleh karena itu, dalam sistem manajemen K3 (SMK3) Peraturan
Menteri Tenaga Kerja nomor PER.05/MEN/1996 pada lampiran I poin 3.1.5 tentang
pelatihan (training) disebutkan bahwa penerapan dan pengembangan sistem
manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari
setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting
dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001 section 4.4.2 mensyaratkan bahwa
setiap pekerja harus memiliki kompetensi untuk melakukan tugas-tugas yang
berdampak pada K3. Kompetensi harus ditetapkan dalam hal pendidikan yang sesuai,
pelatihan dan / atau pengalaman.Training K3 merupakan program yang sangat
penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dari berbagai studi yang
dilakukan terhadap prilaku tidak aman dari pekerja diperoleh beberapa alasan
(National Safety Council, 1985):
1.
Pekerja tidak memperoleh
intruksi kerja secara spesifik dan detil.
2.
Kesalahpahaman terhadap
intruksi kerja.
3.
Tidak mengetahui
instruksi kerja.
4.
Menganggap instruksi
kerja tersebut tidak penting atau tidak perlu.
5.
Mengabaikan instruksi
kerja.
Untuk mencegah hal tersebut diatas terjadi maka sangat diperlukan
training bagi pekerja untuk memahami setiap instruksi kerja secara baik
dan akibat yang dapat terjadi jika tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan
instruksi kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) menunjukkan
bahwa training dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian
pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kesalahan
pencampuran dan parameter proses yang disebabkan oleh faktor pekerja, dimana kesalahan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya bahaya reaktifitas kimia. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dingsdag (2008) yang menyimpulkan
bahwa untuk meningkatkan budaya dan prilaku K3 untuk mengurangi kecelakaan
kerja maka diperlukan training K3 untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman
K3 pada seluruh line management dan pekerja.
Setiap pekerja baru harus mendapatkan training yang cukup sebelum
melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Training yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dari area kerja masing-masing pekerja.
Untuk memastikan bahwa pekerja baru sudah menguasai tugas dan tanggung jawab
yang diberikan maka diperlukan tolok ukur sebagai umpan balik dari training
yang diberikan. Training tidak hanya diberikan pada pekerja baru, akan tetapi
pekerja lamapun harus diberikan training penyegaran. Pihak manajemen perusahaan
harus membuat program training tahunan yang meliputi topik-topik baru maupun
topik-topik lama sebagai penyegaran (re-fresh training).
Training yang diberikan harus meliputi pengetahuan (knowledge) dan
keahlian (skill) untuk meningkat kompetensi pokok (core competency) dan
kompetensi K3 (safety competency). Kompetensi pokok adalah kompetensi
minimum yang harus dimiliki pekerja untuk menjalankan tugas pokok yang
dibebankan, misalnya operator produksi harus memahami dan mampu menjalankan
mesin produksi, laboran harus mampu melakukan analisa dasar bahan kimia dan
seterusnya. Namun kompetensi pokok saja tidak cukup untuk melakukan pekerjaan secara
aman, maka diperlukan kompetensi K3. Pada umumnya training kompetensi pokok
tidak dilengkapi dengan kompetensi K3 atau tidak mengandung aspek-sapek K3
(Dingsdag, 2008).
Secara garis besar training K3 yang diperlukan adalah sebagai
berikut (National Safety Council, 1985):
1.
Training untuk karyawan
baru, misalnya: peraturan umum perusahaan, profil perusahaan, peraturan K3
secara umum, kebijakan K3, program pencegahan kecelakaan, intruksi kerja yang
dibutuhkan, bahaya ditempat kerja, alat pelindung diri, dst.
2.
Job
Safety Analysis (JSA); pemahaman
terhadap JSA dan proses JSA.
3.
Job
instruction training (JIT); training
yang secara spesifik menjelaskan prosedur kerja standar di area kerja
masing-masing, misalnya; prosedur kalibrasi, prosedur pembuatan produk, prosedur
pembersihan tangki, dst.
4.
Other
method instruction; training untuk
trainer, bagaimana mempersiapkan dan melakukan training secara baik.
Sebagai salah satu contoh topik-topik training untuk peningkatan
kompetensi pekerja dalam upaya mengurangi poetnsi risiko bahaya kimia adalah
seperti terdapat didalam tabel berikut:
No
|
Topik Training
|
Kompetensi
|
Bagian
|
Jabatan
|
Keterangan
|
1
|
Prosedur kerja
standar dan instruksi kerja
|
Pokok
|
Semua
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan
disesuaikan dengan departemen masing-masing (SOP/WI)
|
2
|
Sistem Manajemen K3
|
Pokok/K3
|
Semua
|
Spv s/d manager
|
Pemahaman (SMK3,
OHSAS 18001)
|
3
|
Respon keadaan
darurat
|
Pokok/K3
|
Semua
|
Semua
|
Pemahaman dan
praktek (SOP)
|
4
|
Bahan kimia
berbahaya dan Penaganannya
|
Pokok/K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan
disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (NFPA, NIOSH)
|
5
|
MSDS dan Label Bahan
Kimia (GHS)
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan
disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (GHS,NFPA, UN)
|
6
|
Tata Cara
Penyimpanan Bahan Kimia di Gudang
|
Pokok/K3
|
Gudang
|
Operator s/d Manager
|
Operator –
UmumSpv& Mgr – Detil(CCPS, NFPA)
|
7
|
Penanganan Tumpahan
Bahan Kimia
|
K3
|
Prod, Gudang dan Lab
|
Operator s/d Manager
|
Operator –
praktekSpv&Mgr – + pengetahuan (NFPA, CCPS)
|
8
|
Bahaya Reaktifitas
Kimia
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Operator – Bersifat
umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
|
9
|
Penanganan BRK
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Operator – Bersifat
umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
|
10
|
Managemen BRK
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Spv s/d Manager
|
Pemahaman (CCPS)
|
11
|
Indentifikasi dan
analisis BRK
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Spv s/d Manager
|
Pemahaman dan praktek
(CCPS)
|
12
|
Analysis Tools untuk
BRK
|
K3
|
Lab
|
Spv
|
Pemahaman dan
praktek (CCPS, CRW
|
Topik dan isi training harus disesuaikan dengan kebutuhan area
kerja atau tanggung jawab dan tingkatan atau jabatan pekerja, karena umumnya
tingkatan atau jabatan menunjukkan tingkat pendidikan pekerja. Sebagai contoh,
operator bagian produksi memerlukan training keahlian dalam mengoperasikan
mesin produksi, sementara teknisi dari bagian enjinering memerlukan training
keahlian dalam perawatan dan perbaikan mesin produksi. Supervisor produksi
lebih memerlukan training pengetahuan proses produksi dari pada keahlian dalam
mengoperasikan mesin produksi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) dapat
disimpulkan bahwa untuk mengurangi kesalahan pekerja yang berdampak pada bahaya
kimia, maka diperlukan core competency dan safety
competency yang baik. Tabel diatas merupakan topik training yang
direkomendasikan untuk meningkatkan core dan safetycompetency pekerja
sehingga dapat mengurangi risiko bahaya kimia dan bahaya reaktifitas kimia
(BRK) atau bahaya – bahaya lainnya ditempat kerja.
Semoga
artikel yang sederhana ini, bisa memutivasi lagi bagi semua rekan – rekan dengan banyaknya
ilmu pengetahuan yang kita miliki dan diapplikasikan dilapangan hal ini dapat
mengurangi dampak kerugian.
Terima
kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar