Minggu, 29 Oktober 2017

26022016 HENDRAJATI DAN HOBINYA


11022016 WKM, HSE DAN KALTIM, POST


HUT KALTIM POST 05122016


JAMBORE SATU TUJUAN CIBUBUR





SEMINAR NASIONAL BALIKPAPAN



16042016 KALTIM POST


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.  bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional;
b.  bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;
c.  bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien;
d.  bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;
e.  bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;




Mengingat :
1.   Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945;
2.   REFR DOCNM="69uu014" TGPTNM="ps9">Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912);


Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.

MEMUTUSKAN :

1.   Mencabut :
Veiligheidsreglement Tahun 1910 (Stbl. No. 406),
2.   Menetapkan :
      UU  TENTANG KESELAMATAN    KERJA.

BAB I.
TENTANG  ISTILAH-ISTILAH

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1)  "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana

(2)  terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2;
          termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
          "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3)      "pengusaha" ialah :
a.   orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha  milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b.   orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c.    orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili  orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(4)      "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;



(5)      "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
(6)      "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.

BAB II.
RUANG LINGKUP

Pasal 2.
(1)      Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2)      Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a.   dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b.   dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,

beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c.    dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d.   dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e.   dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
f.     dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
g.    dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
h.   dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;

i.     dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
j.    dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
k.    dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
l.     terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
m.  dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
n.   dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
o.   dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
p.   dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
q.   diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.



(3)      Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam  ayat (2).

BAB III.
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA.

Pasal 3.
(1)      Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.     mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b.     mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.      mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d.     memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.     memberi pertolongan pada kecelakaan;
f.       memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g.      mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap,

gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h.     mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i.       memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j.      menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k.      menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.       memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m.    memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n.     mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o.     mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p.     mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q.     mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r.      menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

(2)      Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Pasal 4.
(1)      Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2)      Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3)      Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam  ayat (1) dan (2) : dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.



BAB IV.
PENGAWASAN

Pasal 5.
(1)      Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2)      Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6.
(1)      Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
(2)      Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja
(3)      Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7.
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 8.
(1)      Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2)      Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
(3)      Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.

BAB V.
PEMBINAAN.

Pasal 9.
(1)      Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a.   Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b.   Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;
c.    Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d.   Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2)      Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3)      Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4)      Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

BAB VI.
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pasal 10.
(1)      Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja-sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2)      Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII.
KECELAKAAN.

Pasal 11.
(1)  Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2)  Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

BAB VIII.
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA.

Pasal 12.
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
a.     Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;
b.     Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c.      Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d.     Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e.     Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

BAB IX.
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA.

Pasal 13.
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

BAB X.
KEWAJIBAN PENGURUS.

Pasal 14.
Pengurus diwajibkan :
a.     Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b.     Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;
c.      Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga  kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 15.
(1)      Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(2)      Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3)      Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16.
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 17.
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 18.
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO.
Jenderal T.N.I.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970.
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ALAMSJAH

Mayor Jenderal T.N.I.

Sabtu, 28 Oktober 2017

SMK3 DAN AUDIT SMK3

MATERI X
SMK3 DAN AUDIT SMK3

A.   Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja mengalami beberapa perkembangan, antara lain;
1.    Pada jaman manusia batu dan gua, dimana mereka tidak nyaman dengan peralatan dan sering menimbulkan luka
2.    Kesehatan kerja dan sanitasi lingkungan sejak era Ramses dan Paracelsius serta ramazini.
3.    Era manajemen, terjadi pergeseran-pergeseran konsep K3 mulai dari factor manusia sampai kepada elaborasi manusia dalam frame system manejemen terpadu
4.    Terkini bahwa K3 mempunyai ruang lingkup yang luas, tidak lagi hanya dalam industri.
Langkah dalam pendekatan modern mengenai pengelolaan K3 adalah saat K3 masuk sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Hal ini dikarenakan data menunjukkan terjadinya kecelakaan akan merugikan perusahaan yang cukup besar. Seperti halnya teori “gunung es”, bahwa banyak sekali biaya-biaya yang berupa kerugian yang tidak nampak (hidden cost) yang besarnya mencapai 50 kali lipat atau lebih dari biaya yang nampak, yaitu; missal biaya pengobatan, ganti rugi dll yang diberikan perusahaan pada saat itu. Dengan banyaknya resiko yang diperoleh perusahaan, maka mulailah diterapkan manajemen resiko (Risk Management). Penerapan ini dimulai dengan langkah preventif untuk mencegah terjadinya accident. Semua konsep-konsep tersebut kemudian menyadarkan akan pentingnya pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan unsur manajemen perusahaan secara umum. Pengelolaan ini memiliki pola “total loss contol” yaitu sebuah kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi perusahaan, mencakup seluruh aspek. Pola penerapan prinsip manajemen yaitu; Planning, Do, Check and Improvement (PDCI). Standar-standar K3 di dunia;
-       OHSAS
-       BS 8000
-       International Safety Rating System (ISRS)
-       Safety Map
-       Process Safety Mangement (PSM)
-       Dll


B.   Pengertian Sistem Manajemen K3
Definisi sesuai dengan Permenakertrans adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi, struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Tujuannya adalah menciptakan suatu system K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
C.   Dasar Hukum dan Standar Sistem Manajemen K3
1.    Undang-undang no.1 tahun 1970 
2.    Permenaker No.PER.05/MEN/1996
3.    Peraturan Perundangan lainnya
4.    Standar nasional maupun internasional

D.   Prinsip Dasar Sistem Manajemen K3
Prinsip dasar SMK3 terdiri dari 5 prinsip yang dilaksanakan secara berkesinambungan, yaitu
1.    Komitmen
                  Tiga hal yang menjadi perhatian penting; Kepemimpinan dan komitmen, Tinjauan awal K3, Kebijakan K3
                  Yang perlu diperhatikan adalah pentingnya komitmen untuk menerapkan SMK3 di tempat kerja dari seluruh pihak yang ada di tempat kerja, terutama dari pengurus/pengusaha dan tenaga kerja serta pihak-pihak lain.
                  Tinjauan Awal K3;
-       Identifikasi kondisi yang ada di perusahaan
-       Identifikasi sumber bahaya
-       Pemenuhan pengetahuan dan peraturan perundangan
-       Studi Banding/komparasi
-       Meninjau sebab akibat
-       Menilai efisiensi dan efektifitas sumberdaya

Kebijakan K3
Sebagai wujud kesungguhan akan komitmen, maka komitmen yang dimiliki tersebut harus tertulis dan ditanda tangani pengurus  tertinggi. Komitmen tertulis tersebut kemudian disebut kebijakan dan harus memuat visi, misi, kerangka dan program kerja baik bersifat umum atau operasional. Kebijakan ini harus melewati proses konsultasi dengan pekerja atau wakil pekerja dan disebar luaskan kepada seluruh pekerja.
2.    Perencanaan
Perencanaan yang dibuat harus efektif dengan memuat sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari kebijakan K3. Hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan adalah; identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko serta hasil tinjauan awal K3.
3.    Implementasi
Setelah membuat komitmen dan perencanaan, maka tiba pada implementasi atau penerapan. Yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah;
-   Adanya jaminan kemampuan
-   Kegiatan pendukung
-   Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko
4.    Pengukuran/Evaluasi
Pengukuran dan evaluasi berguna untuk;
-   Mengetahui keberhasilan penerapan SMK3
-   Melakukan identifikasi tindakan perbaikan
-   Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3
Untuk memperoleh tingkat kepercayaan, maka alat atau peralatan harus dikalibrasi. Terdapat 3 hal dalam kegiatan pengukuran dan evaluasi, yaitu;
-   Inspeksi dan pengujian
-   Audit
-   Tindakan perbaikan dan pencegahan
5.    Peninjauan ulang dan perbaikan
Tinjauan ulang harus meliputi;
-   Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3
-   Tujuan, sasaran dan kinerja K3
-   Hasil temuan audit SMK3
-   Evaluasi efektifitas penerapan SMK3
-   Kebutuhan untuk mengubah SMK3
Keuntungan dari pelaksanaan audit SMK3, adalah;
a.    Bagi Pemerintah
-       Sebagai salah satu alat untuk melindungi tenaga kerja di bidang K3
-       Meningkatkan mutu kehidupan bangsa
-       Mengurangi angka kecelakaan kerja
-       Mengetahui daya serap kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan
b.    Bagi Perusahaan
-       Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan dibidang K3
-       Mengetahui efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari penerapan SMK3
-       Mengetahui kinerja SMK3 perusahaan
-       Meningkatkan citra perusahaan
-       Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan terhadap K3
-       Terpantaunya bahaya dan resiko di dalam perusahaan
-       Mencegah kerugian perusahaan
-       dll
E.    Audit Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Sejak diberlakukan SMK3 ada beberapa kemajuan dimana jumlah perusahaan yang diaudit dari tahun ke tahun semakin meningkat. Selain karena tingkat kesadaran meningkat, tuntutan pasar turut mempengaruhi peningkatan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka audit SMK3 bertujuan untuk;
1.    Menilai secara kritis dan sistematis semua potensi bahaya pada kegiatan perusahaan
2.    Memastikan bahwa pengelolaan K3 di perusahaan telah benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan perundangan
3.    Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial sebelum timbul gangguan atau kerugian.
Audit SMK3 merupakan alat untuk mengukur besarnya keberhasilan pelaksanaan dan penerapan SMK3, secara sistematik, independent. Berdasarkan pelaksanaan audit SMK3, jenis-jenis audit dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu;
1.    Audit Internal
Penilaian dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, yang bertujuan untuk menilai efektifitas penerapan SMK3 serta memberi masukkan kepada manajemen. Pelaksanaan internal audit, idealnya dilaksanakan 2 kali setahun dengan melibatkan seluruh bagian perusahaan dengan metode uji silang (cross check) lintas departemen atau bagian. Audit internal dilaksanakan oleh personil yang independent, artinya bukan dari bagian atau departemen personil audit/auditor. Audit dilaksanakan oleh suatu tim dengan anggota tetap ganjil dan tidak melebihi 7 orang. Komposisi anggota tetap, sebagai berikut;
a.    1 orang tim manajemen senior
b.    2 orang anggota P2K3
c.    2 orang ahli dalam bidang operasi/produksi
d.    2 orang ahli K3 atau ahli lain yang ditunjukTim audit diangkat resmi oleh pimpinan perusahaan dan bertanggung jawab langsung dan melaporkan hasil audit. Tim terdiri dari;
a.    Ketua tim
b.    Sekretaris tim
c.    Anggota tetap
d.    Anggota tidak tetap
Tugas dan tanggung jawab tim audit, meliputi;
a.    Menentukan sasaran, cakupan dan metode audit
b.    Mengembangkan daftar periksa dan daftar pertanyaan
c.    Melakukan pemeriksaan secara obyektif
d.    Menyusun laporan audit
Tahapan-tahapan audit, yaitu;
a.    Mengkaji informasi yang didapat dari unit kerja yang diaudit
b.    Menyiapkan lembar kerja audit
c.    Memahami semua informasi-informasi penting
d.    Menyiapkan rekomendasi
e.    Menyiapkan rekomendasi akhir
f.     Memberkas dan menyimpan semua lembaran kerja.
Agar dapat melaksanakan audit dengan baik, maka setiap auditor harus mengetahui dasar-dasar pengetahuan, antara lain;
a.    Sifat-sifat dan bahaya-bahaya yang dapat timbul bahan baku, bahan pembantu dll
b.    Tata cara penyimpanan dan pengelolaan bahan baku
c.    Proses dan peralatan produksi
d.    Sistem transportasi dalam pabrik
e.    Tata cara pembuangan limbah
f.     Dll
Pelaksanaan audit, yaitu;
a.    Persiapan
b.    Pertemuan pra-audit dengan pimpinan setempat
c.    Pemeriksaan lapangan
d.    Pemeriksaan informasi
2.    Audit Eksternal
Adalah audit yang dilaksanakan oleh badan audit independent, bertujuan untuk menunjukkan penilaian terhadap system manajemen K3 di perusahaan secara obyektif dan menyeluruh sehingga diperoleh pengakuan dari pemerintah atas penerapan SMK3. Fungsinya sebagai umpan balik untuk mendukung pertumbuhan serta peningkatan kualitas SMK3 perusahaan tersebut. Pada audit eksternal, akan diberikan sertifikat dari Pemerintah. Audit eksternal merupakan kegiatan yang komplek dan membutuhkan waktu lama. Hal-hal yang terkait dengan audit eksternal ini adalah;
a.    Mekanisme pelaksaan audit
Perusahaan yang telah menerapkan SMK3 dapat mengajukan permohonan audit kepada Dirjen Binawas, melalui disnaker setempat. Permohonan tersebut akan diinventarisir dan dievaluasi, untuk perusahaan yang telah memenuhi criteria, permohonan akan diteruskan ke Badan Audit
b.    Pelaksanaan audit eksternal terhadap perusahaan
Secara garis besar, adalah;
-       Memberitahukan kepada perusahaan yang akan diaudit
-       Pertemuan pra audit
-       Kunjungan ke lapangan untuk orientasi
-       Wawancara kepada manajemen
-       Pemeriksaan semua informasi hasil wawancara
-       Pemeriksaan dokumen
-       Wawancara tenaga kerja
-       Pemeriksaan kondisi fisik lapangan
-       Pertemuan penutup (close of meeting)
c.    Manfaat audit eksternal
-       Memberikan suatu evaluasi yang kuat mengenai pelaksanaan K3
-       Memberikan tata cara penyelenggaraan system pengawasan mandiri
-       Memberikan pengetahuan dan ketrampilan kerja
-       Membangkitkan daya saing positif
-       Dll
Perbedaan antara inspeksi dan audit
Inspeksi adalah kegiatan yang dilakukan secara periodic untuk memeriksa kelengkapan secara teknik suatu tempat atau plant.
Audit K3 adalah pengujian secara detail dari suatu obyek seperti, tempat kerja, departemen atau bagian, unit mesin, instalasi atau proses.
Aspek yang mempengaruhi seberapa sering inspeksi dilakukan, adalah;
a.    Potensi kecelakaan
b.    Sejarah kecelakaan
c.    Persyaratan perlengkapan
d.    Usia peralatan
e.    Persyaratan hukum
F.    Elemen Audit SMK3
Audit SMK3, baik internal maupun eksternal didasarkan pada 12 elemen audit, yaitu;
1.    Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2.    Srategi pendokumentasian
3.    Peninjauan ulang perancangan
4.    Pengendalian dokumen
5.    Pembelian
6.    Keamanan bekerja
7.    Standar pemantauan
8.    Pelaporan dan perbaikan kekurangan
9.    Pengelolaan material
10.  Pengumpulan dan penggunaan data
11.  Audit SMK3
Tingkat keberhasilan SMK3 dalam perusahaan diukur sebagai berikut;
  1. Ukuran tingkat pencapaian penerapan 0 – 59 % dan pelanggaran perundangan (non conformance) dikenai tindakan hokum
  2. Untuk tingkat pencapaian 60 – 84 % diberikan sertifikat dan bendera perak
  3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85 – 100 % diberikan sertifikat dan bendera emas.
Hasil audit dan evaluasi
Isi pokok suatu audit adalah;
-       Hasil temuan ketidaksesuaian
-       Kelemahan unsur system dan saran perbaikan.