Minggu, 29 Oktober 2017
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa
setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional;
b. bahwa
setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;
c. bahwa
setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien;
d. bahwa
berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma
perlindungan kerja;
e. bahwa
pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;
Mengingat :
1. Pasal-pasal
5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945;
2. REFR DOCNM="69uu014"
TGPTNM="ps9">Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14
Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55, Tambahan Lembaran Negara No.
2912);
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong-Royong.
MEMUTUSKAN :
1. Mencabut
:
Veiligheidsreglement Tahun 1910 (Stbl. No. 406),
2. Menetapkan
:
UU TENTANG KESELAMATAN KERJA.
BAB I.
TENTANG
ISTILAH-ISTILAH
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1) "tempat
kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan di mana
(2) terdapat
sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2;
termasuk
tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
"pengurus"
ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri;
(3) "pengusaha"
ialah :
a. orang
atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha
milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang
atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan
miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang
atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili
orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili
berkedudukan di luar Indonesia.
(4) "direktur"
ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undang-undang ini;
(5) "pegawai
pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
Kerja;
(6) "ahli
keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi
ditaatinya Undang-undang ini.
BAB II.
RUANG LINGKUP
Pasal
2.
(1) Yang
diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan
dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat,
dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan
atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau
peledakan;
b. dibuat,
diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan
atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan
pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung
atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di
bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan
usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan
kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan
usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam
lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau
di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang,
binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air,
dalam air maupun di udara;
f. dikerjakan
bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
g. dilakukan
penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
h. dilakukan
pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
i. dilakukan
pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
j. dilakukan
pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
k. dilakukan
pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
l. terdapat
atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
m. dilakukan
pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
n. dilakukan
pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
o. dilakukan
pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang
menggunakan alat teknis;
p. dibangkitkan,
dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas,
minyak atau air;
q. diputar
film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang
memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3) Dengan
peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau
lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan
yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat
dirubah perincian tersebut dalam ayat
(2).
BAB III.
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA.
Pasal
3.
(1) Dengan
peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah
dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah
dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi
kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi
pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi
alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah
dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran;
h. mencegah
dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan
suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan
penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara
kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh
keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya;
n. mengamankan
dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan
dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan
dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q. mencegah
terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan
dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
(2) Dengan
peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1)
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta
pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal
4.
(1) Dengan
peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk
teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
(2) Syarat-syarat
tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan
yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi,
bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian
dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal
atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan
barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan
keselamatan umum.
(3) Dengan
peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2) : dengan peraturan
perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati
syarat-syarat keselamatan tersebut.
BAB IV.
PENGAWASAN
Pasal
5.
(1) Direktur
melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai
pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung
terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang
dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam
melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal
6.
(1) Barangsiapa
tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding
kepada Panitia Banding.
(2) Tata-cara
permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan
lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja
(3) Keputusan
Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal
7.
Untuk
pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi
menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal
8.
(1) Pengurus
diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan
sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus
diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh
direktur.
(3) Norma-norma
mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
BAB V.
PEMBINAAN.
Pasal
9.
(1) Pengurus
diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi
dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b. Semua
pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;
c. Alat-alat
perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara
dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus
hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa
tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3) Pengurus
diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran
serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4) Pengurus
diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
BAB VI.
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA
Pasal
10.
(1) Menteri
Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja guna memperkembangkan kerja-sama, saling pengertian dan partisipasi
efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja
untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII.
KECELAKAAN.
Pasal 11.
(1) Pengurus
diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata-cara
pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1)
diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII.
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA.
Pasal
12.
Dengan
peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
a. Memberikan
keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli
keselamatan kerja;
b. Memakai
alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi
dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan;
d. Meminta
pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan;
e. Menyatakan
keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja
serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali
dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas
yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.
BAB IX.
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA.
Pasal
13.
Barangsiapa
akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X.
KEWAJIBAN PENGURUS.
Pasal
14.
Pengurus
diwajibkan :
a. Secara
tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua
peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang
dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan
Kerja;
c. Menyediakan
secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP.
Pasal
15.
(1) Pelaksanaan
ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan.
(2) Peraturan
perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3) Tindak
pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal
16.
Pengusaha
yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang
ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah
Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut
atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal
17.
Selama
peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini
belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada
waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal
18.
Undang-undang
ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada
hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO.
Jenderal T.N.I.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970.
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ALAMSJAH
Mayor Jenderal T.N.I.
Sabtu, 28 Oktober 2017
SMK3 DAN AUDIT SMK3
MATERI X
SMK3 DAN
AUDIT SMK3
A. Latar Belakang
Keselamatan dan
kesehatan kerja mengalami beberapa perkembangan, antara lain;
1.
Pada
jaman manusia batu dan gua, dimana mereka tidak nyaman dengan peralatan dan
sering menimbulkan luka
2.
Kesehatan
kerja dan sanitasi lingkungan sejak era Ramses dan Paracelsius serta ramazini.
3.
Era
manajemen, terjadi pergeseran-pergeseran konsep K3 mulai dari factor manusia
sampai kepada elaborasi manusia dalam frame system manejemen terpadu
4.
Terkini
bahwa K3 mempunyai ruang lingkup yang luas, tidak lagi hanya dalam industri.
Langkah dalam
pendekatan modern mengenai pengelolaan K3 adalah saat K3 masuk sebagai bagian
dari manajemen perusahaan. Hal ini dikarenakan data menunjukkan terjadinya
kecelakaan akan merugikan perusahaan yang cukup besar. Seperti halnya teori
“gunung es”, bahwa banyak sekali biaya-biaya yang berupa kerugian yang tidak
nampak (hidden cost) yang besarnya mencapai 50 kali lipat atau lebih dari biaya
yang nampak, yaitu; missal biaya pengobatan, ganti rugi dll yang diberikan
perusahaan pada saat itu. Dengan banyaknya resiko yang diperoleh perusahaan,
maka mulailah diterapkan manajemen resiko (Risk Management). Penerapan ini
dimulai dengan langkah preventif untuk mencegah terjadinya accident. Semua
konsep-konsep tersebut kemudian menyadarkan akan pentingnya pengelolaan K3
dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi
dengan unsur manajemen perusahaan secara umum. Pengelolaan ini memiliki pola
“total loss contol” yaitu sebuah kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi
perusahaan, mencakup seluruh aspek. Pola penerapan prinsip manajemen yaitu;
Planning, Do, Check and Improvement (PDCI). Standar-standar K3 di dunia;
-
OHSAS
-
BS
8000
-
International
Safety Rating System (ISRS)
-
Safety
Map
-
Process
Safety Mangement (PSM)
-
Dll
B. Pengertian Sistem Manajemen K3
Definisi sesuai
dengan Permenakertrans adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan
yang meliputi, struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan
prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif.
Tujuannya adalah
menciptakan suatu system K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
C. Dasar Hukum dan Standar Sistem Manajemen K3
1.
Undang-undang
no.1 tahun 1970
2.
Permenaker
No.PER.05/MEN/1996
3.
Peraturan
Perundangan lainnya
4.
Standar
nasional maupun internasional
D. Prinsip Dasar Sistem Manajemen K3
Prinsip dasar SMK3
terdiri dari 5 prinsip yang dilaksanakan secara berkesinambungan, yaitu
1. Komitmen
Tiga hal yang menjadi
perhatian penting; Kepemimpinan dan komitmen, Tinjauan awal K3, Kebijakan K3
Yang perlu diperhatikan adalah
pentingnya komitmen untuk menerapkan SMK3 di tempat kerja dari seluruh pihak
yang ada di tempat kerja, terutama dari pengurus/pengusaha dan tenaga kerja
serta pihak-pihak lain.
Tinjauan Awal K3;
-
Identifikasi
kondisi yang ada di perusahaan
-
Identifikasi
sumber bahaya
-
Pemenuhan
pengetahuan dan peraturan perundangan
-
Studi
Banding/komparasi
-
Meninjau
sebab akibat
-
Menilai
efisiensi dan efektifitas sumberdaya
Kebijakan K3
Sebagai wujud
kesungguhan akan komitmen, maka komitmen yang dimiliki tersebut harus tertulis
dan ditanda tangani pengurus tertinggi.
Komitmen tertulis tersebut kemudian disebut kebijakan dan harus memuat visi,
misi, kerangka dan program kerja baik bersifat umum atau operasional. Kebijakan
ini harus melewati proses konsultasi dengan pekerja atau wakil pekerja dan
disebar luaskan kepada seluruh pekerja.
2. Perencanaan
Perencanaan yang
dibuat harus efektif dengan memuat sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan
dari kebijakan K3. Hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan adalah;
identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko serta hasil
tinjauan awal K3.
3. Implementasi
Setelah membuat
komitmen dan perencanaan, maka tiba pada implementasi atau penerapan. Yang
harus diperhatikan pada tahap ini adalah;
-
Adanya
jaminan kemampuan
-
Kegiatan
pendukung
-
Identifikasi
sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko
4. Pengukuran/Evaluasi
Pengukuran dan
evaluasi berguna untuk;
-
Mengetahui
keberhasilan penerapan SMK3
-
Melakukan
identifikasi tindakan perbaikan
-
Mengukur,
memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3
Untuk memperoleh
tingkat kepercayaan, maka alat atau peralatan harus dikalibrasi. Terdapat 3 hal
dalam kegiatan pengukuran dan evaluasi, yaitu;
-
Inspeksi
dan pengujian
-
Audit
-
Tindakan
perbaikan dan pencegahan
5. Peninjauan ulang dan perbaikan
Tinjauan ulang harus
meliputi;
-
Evaluasi
terhadap penerapan kebijakan K3
-
Tujuan,
sasaran dan kinerja K3
-
Hasil
temuan audit SMK3
-
Evaluasi
efektifitas penerapan SMK3
-
Kebutuhan
untuk mengubah SMK3
Keuntungan
dari pelaksanaan audit SMK3, adalah;
a. Bagi Pemerintah
-
Sebagai
salah satu alat untuk melindungi tenaga kerja di bidang K3
-
Meningkatkan
mutu kehidupan bangsa
-
Mengurangi
angka kecelakaan kerja
-
Mengetahui
daya serap kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan
b. Bagi Perusahaan
-
Mengetahui
pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan dibidang K3
-
Mengetahui
efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari penerapan SMK3
-
Mengetahui
kinerja SMK3 perusahaan
-
Meningkatkan
citra perusahaan
-
Meningkatkan
kepedulian dan pengetahuan terhadap K3
-
Terpantaunya
bahaya dan resiko di dalam perusahaan
-
Mencegah
kerugian perusahaan
-
dll
E. Audit Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Sejak diberlakukan
SMK3 ada beberapa kemajuan dimana jumlah perusahaan yang diaudit dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Selain karena tingkat kesadaran meningkat, tuntutan
pasar turut mempengaruhi peningkatan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut,
maka audit SMK3 bertujuan untuk;
1.
Menilai
secara kritis dan sistematis semua potensi bahaya pada kegiatan perusahaan
2.
Memastikan
bahwa pengelolaan K3 di perusahaan telah benar-benar dilaksanakan sesuai
ketentuan perundangan
3.
Menentukan
langkah untuk mengendalikan bahaya potensial sebelum timbul gangguan atau
kerugian.
Audit SMK3 merupakan
alat untuk mengukur besarnya keberhasilan pelaksanaan dan penerapan SMK3,
secara sistematik, independent. Berdasarkan pelaksanaan audit SMK3, jenis-jenis
audit dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu;
1. Audit Internal
Penilaian dilakukan
oleh perusahaan itu sendiri, yang bertujuan untuk menilai efektifitas penerapan
SMK3 serta memberi masukkan kepada manajemen. Pelaksanaan internal audit,
idealnya dilaksanakan 2 kali setahun dengan melibatkan seluruh bagian
perusahaan dengan metode uji silang (cross check) lintas departemen atau
bagian. Audit internal dilaksanakan oleh personil yang independent, artinya
bukan dari bagian atau departemen personil audit/auditor. Audit dilaksanakan
oleh suatu tim dengan anggota tetap ganjil dan tidak melebihi 7 orang.
Komposisi anggota tetap, sebagai berikut;
a.
1
orang tim manajemen senior
b.
2
orang anggota P2K3
c.
2
orang ahli dalam bidang operasi/produksi
d.
2
orang ahli K3 atau ahli lain yang ditunjukTim audit diangkat resmi oleh
pimpinan perusahaan dan bertanggung jawab langsung dan melaporkan hasil audit.
Tim terdiri dari;
a.
Ketua
tim
b.
Sekretaris
tim
c.
Anggota
tetap
d.
Anggota
tidak tetap
Tugas dan tanggung jawab tim audit, meliputi;
a.
Menentukan
sasaran, cakupan dan metode audit
b.
Mengembangkan
daftar periksa dan daftar pertanyaan
c.
Melakukan
pemeriksaan secara obyektif
d.
Menyusun
laporan audit
Tahapan-tahapan
audit, yaitu;
a.
Mengkaji
informasi yang didapat dari unit kerja yang diaudit
b.
Menyiapkan
lembar kerja audit
c.
Memahami
semua informasi-informasi penting
d.
Menyiapkan
rekomendasi
e.
Menyiapkan
rekomendasi akhir
f.
Memberkas
dan menyimpan semua lembaran kerja.
Agar dapat
melaksanakan audit dengan baik, maka setiap auditor harus mengetahui
dasar-dasar pengetahuan, antara lain;
a.
Sifat-sifat
dan bahaya-bahaya yang dapat timbul bahan baku, bahan pembantu dll
b.
Tata
cara penyimpanan dan pengelolaan bahan baku
c.
Proses
dan peralatan produksi
d.
Sistem
transportasi dalam pabrik
e.
Tata
cara pembuangan limbah
f.
Dll
Pelaksanaan audit, yaitu;
a.
Persiapan
b.
Pertemuan
pra-audit dengan pimpinan setempat
c.
Pemeriksaan
lapangan
d.
Pemeriksaan
informasi
2. Audit Eksternal
Adalah audit yang
dilaksanakan oleh badan audit independent, bertujuan untuk menunjukkan
penilaian terhadap system manajemen K3 di perusahaan secara obyektif dan
menyeluruh sehingga diperoleh pengakuan dari pemerintah atas penerapan SMK3.
Fungsinya sebagai umpan balik untuk mendukung pertumbuhan serta peningkatan
kualitas SMK3 perusahaan tersebut. Pada audit eksternal, akan diberikan
sertifikat dari Pemerintah. Audit eksternal merupakan kegiatan yang komplek dan
membutuhkan waktu lama. Hal-hal yang terkait dengan audit eksternal ini adalah;
a. Mekanisme pelaksaan audit
Perusahaan yang telah
menerapkan SMK3 dapat mengajukan permohonan audit kepada Dirjen Binawas,
melalui disnaker setempat. Permohonan tersebut akan diinventarisir dan
dievaluasi, untuk perusahaan yang telah memenuhi criteria, permohonan akan
diteruskan ke Badan Audit
b. Pelaksanaan audit eksternal terhadap perusahaan
Secara garis besar,
adalah;
-
Memberitahukan
kepada perusahaan yang akan diaudit
-
Pertemuan
pra audit
-
Kunjungan
ke lapangan untuk orientasi
-
Wawancara
kepada manajemen
-
Pemeriksaan
semua informasi hasil wawancara
-
Pemeriksaan
dokumen
-
Wawancara
tenaga kerja
-
Pemeriksaan
kondisi fisik lapangan
-
Pertemuan
penutup (close of meeting)
c. Manfaat audit eksternal
-
Memberikan
suatu evaluasi yang kuat mengenai pelaksanaan K3
-
Memberikan
tata cara penyelenggaraan system pengawasan mandiri
-
Memberikan
pengetahuan dan ketrampilan kerja
-
Membangkitkan
daya saing positif
-
Dll
Perbedaan antara inspeksi dan audit
Inspeksi adalah
kegiatan yang dilakukan secara periodic untuk memeriksa kelengkapan secara
teknik suatu tempat atau plant.
Audit K3 adalah
pengujian secara detail dari suatu obyek seperti, tempat kerja, departemen atau
bagian, unit mesin, instalasi atau proses.
Aspek yang
mempengaruhi seberapa sering inspeksi dilakukan, adalah;
a.
Potensi
kecelakaan
b.
Sejarah
kecelakaan
c.
Persyaratan
perlengkapan
d.
Usia
peralatan
e.
Persyaratan
hukum
F. Elemen Audit SMK3
Audit SMK3, baik
internal maupun eksternal didasarkan pada 12 elemen audit, yaitu;
1.
Pembangunan
dan pemeliharaan komitmen
2.
Srategi
pendokumentasian
3.
Peninjauan
ulang perancangan
4.
Pengendalian
dokumen
5.
Pembelian
6.
Keamanan
bekerja
7.
Standar
pemantauan
8.
Pelaporan
dan perbaikan kekurangan
9.
Pengelolaan
material
10.
Pengumpulan
dan penggunaan data
11.
Audit
SMK3
Tingkat keberhasilan SMK3 dalam perusahaan diukur sebagai
berikut;
- Ukuran
tingkat pencapaian penerapan 0 – 59 % dan pelanggaran perundangan (non
conformance) dikenai tindakan hokum
- Untuk
tingkat pencapaian 60 – 84 % diberikan sertifikat dan bendera perak
- Untuk
tingkat pencapaian penerapan 85 – 100 % diberikan sertifikat dan bendera
emas.
Hasil audit dan evaluasi
Isi pokok suatu audit adalah;
-
Hasil
temuan ketidaksesuaian
-
Kelemahan
unsur system dan saran perbaikan.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
#copas dr HSEI REGIONAL 0542 Keselamatan (dan sejenis) di Indonesia] Diposkan pada Januari 23, 2018. Adakah organisasi anda masuk dida...
-
Fuad Tanty Kata-Kata Bijak Tentang Keselamatan Kerja (Safety Quotes) Kata-kata tentunya akan sangat berperan terhadap promosi keselama...
-
ORGANISASI-ORGANISASI K3 DI INDONESIA DAN PERANANNYA DALAM PERKEMBANGAN K3 Hendrajati (HSE PRACTICIONER, PENDIRI & KETUA UMUM HS...